Tentang Cintanya Yang T'lah Hilang

Sore itu angin begitu berisik menghempaskan dirinya ke kaca-kaca jendela. Beberapa helai daun menempel di bagian kaca basah. Sepertinya banyak pesan yang ingin ia sampaikan. Dia tak menggubris. Dia hanya duduk diam terpaku disebuah kursi goyang tua. Di depannya menggantung sebuah cermin setinggi 5 kaki dengan ukiran jati tua membingkai. Dia hanya memandangi refleksi ringkihnya. Dengan rambut coklat tua bergelombang. Usianya tak dapat menggambarkan betapa tuanya hatinya.

Dia menggenggam erat jari-jari tangan kirinya. Hingga dia terhenti pada satu jarinya yang masih membayang lingkaran putih. Dia mengangkat jari-jarinya ke udara. Mengembangkan jarinya dan membalik-balikkan telapaknya. Seolah ia berharap terjadi sesuatu. Dulu, jari-jari tanggannya tergenggam penuh. Kini, jari-jari itu seolah sendiri, kehilangan pasangannya. Jari-jari itu menghilang di pandangan dan mendarat di muka gadis itu. Gadis itu terisak dan larut dalam tangisannya yang mengharu biru. Seluruh tubuhnya berguncang kuat hingga kursi goyang yang didudukinya bergoyang lebih kencang.

Sesosok wajah tampan melintas dibalik bahunya. Ia merasakan kehadirannya dan langsung menolehkan wajahnya kepada jendela. Hanya angin dan hujan. Dia bergerak, kearah jendela. Berharap bayangan tadi benar-benar ada dan beridiri dibalik jendela sambil mengetuk-ngetuk jendela. Ia menyibak tirai tembus pandang dan membuka sedikit jendela. Ia merasakannya, merasakan seseorang disana. Berbisik melalui angin. Tentang cintanya yang masih tertinggal di rumah itu, di cermin itu dan di kursi goyang itu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar